Selasa, 30 Desember 2008

Berhentilah Berwacana, Saatnya Membumikan Agama Dengan Tindakan Nyata

Agama sering dimaknai sempit oleh sebagian penganutnya. Hal ini nampak jelas dari cara mereka mengaplikasikannya. Anggapan bahwa agama hanya ada di masjid, majelis taklim dan ritual seperti sholat, puasa, zakat, haji saja jelas mencerminkan pandangan yang sempit terhadap agama. Lihatlah, betapa bangganya orang tua ketika melihat anaknya rajin sholat ke masjid, atau lihat pula bagaimana lebarnya senyuman sang ustadz ketika melihat santrinya bisa melantunkan ayat-ayat al-Qur'an dengan indahnya, atau lihat juga betapa GR nya jama'ah haji setelah mendapatkan gelar "H" dan tentu masih banyak contoh-contoh yang serupa. Pemandangan seperti ini tidaklah salah, hanya barangkali kurang tajam saja dalam menangkap pesan moral agama..
Persoalannya sesungguhnya sederhana yaitu "bagaimana membumikan agama". Jadi agama tidak hanya sekedar ritual, teori atau wacana tetapi sudah harus menyentuh tindakan-tindakan nyata yang jelas manfaatnya. Karena sesungguhnya setiap ibadah, disana terdapat pesan moral yang imbasnya kepada sosial. Jika ini yang kita lakukan, maka saya yakin bahwa agama akan mampu membebaskan dari semua belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dll. So kepada saudaraku... Berhentilah berwacana.... Lakukan segera apa yang kamu bisa.... Bumikan agama dengan tindakan nyata...

Minggu, 21 Desember 2008

Tata Krama Hanya Milik Orang Kaya!!!

Sejak kemarin, kurang lebih 2 hari sy ikut rapat di Kaliurang bersama para "BOS", orang kaya maksudnya. Ada 1 kejadian menarik yang mengingatkan sy pada kejadian-kejadian serupa sebelumnya dan ditempat yang berbeda. Saat itu hujan lebat, sebuah mobil datang ke wisma dimana sy nginap. Setelah mengantarkan seorang "BOS", seorang sopir langsung bergegas pergi. Sang "BOS" berikutnya sempat bertanya kepada sy, kenapa sopir langsung pulang tanpa pamit? Lalu beliau masuk dan ngedumel dengan para BOS lainnya, "Emang sopir satu itu dah gak punya tatakrama"!!! Sejenak sy membenarkan komentar itu, karena ia pergi tanpa pamit. Tapi setelah sy berfikir lama, timbul pertanyaan "Siapa sesungguhnya yang tidak punya tata krama?". Sy tahu persis sopir tadi capek karena harus mondar-mandir menjemput para BOS untuk diantar ke Kaliurang. Dalam suasana hujan seperti itu, sudah otomatis akan membuat capek terasa berlipat. Dalam benak sy, memberikan beban yang berat kepada sopir, termasuk tidak mau memaklumi kesalahan kecil.. Itu sesungguhnya bentuk ketidak-tatakrama-an tersendiri! Tapi kenapa kesalahan kecil yang dilakukan sopir -yang sebenarnya biasa juga dilakukan BOS-, langsung dianggap melanggar tata krama. Sementara ketika pelakunya "BOS", seolah tidak ada persoalan. Saat itu sy semakin yakin, bahwa hukum tatakrama hanya berlaku untuk orang miskin, kaum rendahan seperti sopir, kuli, pembantu, pemulung, pelayan dll saja...
Banyak sebenarnya kejadian yang menguatkan hipotesa sy, seperti: Ketika seorang pembantu berkecap saat makan, dianggap tidak punya tatakrama. Sementara majikan kentut ditengah-tengah teman-temannya yang sedang makan justru dijadikan bahan tertawaan yang tidak ada habis-habisnya. Orang miskin bertamu malam-malam salah, tapi orang kaya bertamu malam-malam dianggap anugrah. Ketika kuli bicara tidak "boso kromo" dianggap "kemaki", tetapi ketika BOS "ngoko" tidak ada yang mau peduli. Dan masih banyak sejuta kejadian yang serupa. Akhirnya dengan lantang saya berani bicara "Tata Krama Hanya Milik Orang Kaya". Allahu a'lam

Selasa, 02 Desember 2008

Seminar Nasional Penentuan Awal Bulan Kamariah

Seminar yang berlangsung mulai tanggal 27 hingga 30 November tersebut, menurut sekretaris Seminar Dr. Susiknan Azhari, M.A., merupakan upaya untuk menggali khazanah keilmuan mengenai hisab dan rukyat yang menjadi dasar penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia. “Selama ini yang menjadi patokan mengenai penanggalan Kamariah adalah Muhammadiyah dan NU, tetapi ternyata banyak ormas-ormas lain yang mempunyai patokannya sendiri, dengan dasar syar’I dan keiilmuannya sendiri juga, sehingga pada forum ini, kita menggali khazanah keilmuan yang mungkin akan bergguna bagi tercapainya kalender Hijriah bersama,” jelasnya saat ditemui di unirest UMY, Ahad (30/11/2008).
Menurut peserta sekaligus pemateri dari Persis, Syarif menuturkan, pentingnya ada kesepahaman diantara ormas Islam dan jamaah yang mempunyai patokan dalam menentukan tanggal Bulan Kamariah, walaupun sulit untuk menyatukan diantara ormas yang mempunyai dasar sendiri. Seminar dengan tema Merajut Ukhuwah Di Tengah Perbedaan, dihadiri beberapa narasumber diantaranya Jamaah An-Nadzir, Tarikat Naqsyabandiyah, PB NU, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Persis, dan PP Muhammadiyah..

Selasa, 11 November 2008

Pelepasan Jama'ah Haji, Dukuh Gedongkiwo

Sebuah pengalaman yang membuat jantung saya selalu dag dig dug dengan kencang (sabtu 8 November 2008). Bagaimana tidak, belum pernah saya melihat Makkah, Ka'bah apalagi Hajar aswad namun diminta bicara tentang haji. Tetapi untungnya ada IT yang banyak membantu saya menemukan data-data tentang seputar haji..
Menurut saya ibadah haji mempunyai makna yang sangat luar biasa. Hanya saja makna yang terkandung dalam ibadah haji masih kurang bisa dicerna dengan baik oleh sebagian jama'ah haji, sehingga terkadang semangat haji tidak dimiliki pasca pulang ke kampung halaman. Lihat saja fenomena gelar "H" pada jama'ah haji yang membuat derajat mereka terangkat satu tingkat lebih tinggi dibanding yang belum haji. Padahal tidak ada dalam sejarah H Muhammad, H Abu Bakar, H Umar bin Khattab, H Ali bin Abi Thalib, H Usman bin Affan dll. Jika tidak hati-hati gelar H ini justru akan menimbulkan kesombongan. Karena semangat haji sebenarnya justru menganggap semua orang adalah sama. Pakaian putih "ihram" yang dipakai oleh semua jama'ah lintas negara, lintas warna kulit, lintas bahasa dll, telah jelas menggambarkan semangat semua manusia sama dihadapan Allah.
Bagaimana tentang haji mabrur??? Ketika Abu Bakar ditanya tentang itu, beliau menjawab: lihat saja setelah mereka pulang ke Madinah. Artinya ciri haji mabrur bisa dilihat dari keshalehan jama'ah pasca pulang kampung, baik sholeh individual maupun sholeh sosial. Hal yang banyak terlupakan adalah shaleh sosial, sepulang haji ia tidak hanya tambah rajin ibadahnya tetapi rajin pula membantu orang-orang yang membutuhkan di sekelilingnya.
Terdapat kisah sufi yang mengharukan yang mencerminkan pribadi shaleh secara sosial. Suatu ketika ada seseorang yang menunaikan ibadah haji tertidur lelap ketika wukuf di tengah teriknya matahari di padang Arafah. Dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW. Perasaan berjumpa dengan Rasulullah ini memberikan harapan dalam dirinya bahwa hajinya telah menjadi haji mabrur. Namun untuk kepastian, ia memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah SAW: “Siapakah di antara mereka yang diterima hajinya sebagai haji mabrur wahai Rasulullah?” Rasulullah SAW seraya menarik napas dalam-dalam, menjawab: “Tak seorangpun dari mereka yang diterima hajinya, kecuali seorang tukang cukur tetanggamu”. Serta merta sang haji tersebut kagum dan terkejut. Betapa tidak, ia tahu persis bahwa tetangganya itu adalah orang miskin, dan terlebih lagi bahwa tahun ini ia tidak menunaikan ibadah haji. Dengan digeluti perasaan sedih, dadanya serasa sesak, ia terbangun dari tidurnya. Sepanjang melakukan wukuf sang haji tersebut mengintrospeksi diri, memikirkan dalam-dalam apa arti di balik mimpi tersebut. Sekembali dari Mekah, ia segera menemui tetangganya si tukang cukur. Ia menceritakan segala pengalamannya selama menunaikan ibadah haji. Tapi cerita yang paling ingin disampaikan adalah perihal diri si tukang cukur itu sendiri Dengan sikap keheranan, ia pun bertanya: “amalan apakah yang anda telah lakukan sehingga anda dianggap telah melakukan haji mabrur?” Tetangganya pun dengan tenang bercampur haru bercerita: “bahwa sebenarnya, ia telah lama bercita-cita untuk dapat menunaikan ibadah haji. Dan telah bertahun-tahun pula ia mengumpulkan biaya. Namun ketika biaya telah cukup, dan tibalah pula masa untuk berhaji, tiba-tiba seorang anak yatim tetangganya ditimpa musibah yang hampir merenggut jiwanya. Maka si tukang cukur termaksud menyumbangkan hampir keseluruhan biaya yang telah bertahun-tahun dikumpulkan itu untuk membiayai anak yatim tersebut, sehingga ia gagal menunaikan ibadah haji”. Sejak itu, pak haji baru sadar, bahwa ternyata kita sering salah langkah dalam upaya mencari ridha Allah. RidhaNya terkadang diburu dengan semangat egoisme yang berlebihan dan tanpa disadari justeru bertolak belakang dengan keridhaanNya. Dengan kata lain, betapa ibadah-ibadah kita sering ternoda oleh lumpur kepicikan egoisme pelakunya, jauh dari nilai-nilai “kasih sayang”. Allahu a'lam

Sabtu, 25 Oktober 2008

Pelatihan Shalat Guru SMK Muh 3 YK

Sebagai bentuk komitmen sekolah, untuk membenahi cara shalat yang dipraktekan oleh para guru SMK Muhammadiyah Yk agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw, maka setiap tahun diagendakan pengecekan sekaligus pelatihan tentang shalat. Dalam temuannya ternyata memang masih ada beberapa guru yang masih bermasalah dalam bacaan maupun gerakannya, terutama guru-guru yang baru. Namun, alhamdulillah dengan adanya pelatihan ini, hal-hal yang kurang pas bisa segera diketahui sekaligus dikoreksi. Dalam penyelenggaraannya, sekolah mengundang teman-teman dari Majelis Tarjih PWM dan PDM diantaranya, Atang Shalihin, Darussalam, Irfan Nurudin, Ali Yusuf dll. Saya pribadi berharap bahwa acara ini terus dirutinkan, termasuk bagi yang tidak hadir pada acara tersebut harus mendapat perhatian.

Pelatihan Thaharah & Shalat Guru TK ABA Program Plus Tegalsari

Thaharah dan shalat merupakan sesuatu yang teramat penting, karena ia menjadi titik awal dari ibadah-ibadah lainnya. Meremehkan keduanya tentu akan berakibat fatal pada aktivitas-aktivitas selanjutnya. Memang benar sejak kecil kaum muslimin sudah mengenal dan sangat hafal dengan hal ini, karena ia menjadi aktivitas sehari-hari. Yang jadi persoalan adalah apakah thaharah dan shalat yang selama ini dilaksanakan telah sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah saw atau belum? Jika ini yang ditanyakan, barulah muncul banyak persoalan, karena dalam realitasnya masih banyak praktek thaharah dan shalat yang belum sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Berangkat dari persoalan inilah, TK ABA Program Plus Tegal sari mengadakan pesantren Ramadhan bagi pengurus, guru dan karyawannya dengan salah satu temanya Thaharah dan Shalat. Hal ini dimaksudkan agar para guru mampu mengajarkan kepada para muridnya berthaharah dan shalat dengan benar. Pelatihan yang dibimbing oleh Irfan Nurudin ini berlangsung 4 hari, dimulai hari senin 8 September - kamis 12 September 2008 di Aula TK ABA Program Plus Tegal Sari.

Peran PonPes Dalam Memantapkan NKRI

Pondok pesantren seharusnya mampu menampakkan wajah aslinya, sebagai penopang bangsa dalam menjaga stabilitas aqidah, ibadah, sosial, akhlak anak-anak bangsa. Dengan terjaganya hal-hal tersebut maka para pejabat akan mampu menjaga amanah jabatannya, dan rakyatpun akan berlomba-lomba untuk mendukung program-program para pimpinannya. Namun dalam realitasnya sepertinya ada yang salah!! Kenapa tanah kita yang begitu subur, tambang yang luar biasa besar, laut yang sangat luas, hasil bumi yang melimpah ruah, namun tidak mampu mengantarkan masyarakat indonesia menuju kepada kehidupan yang makmur, malah semakin lama kemiskinan semakin bertambah. Dimana yang salah?! Tentu kita tidak bisa menyalahkan Allah, karena Allah Maha Benar, Bumi juga tidak pernah salah, karena ia hanya merespon apa yang dilakukan penghuninya. Nah seharusnya kitalah yang seharusnya intropeksi. Dalam konteks ini, Pesantren harus kembali ke khittahnya dalam berdakwah. Sangat disayangkan memang ketika ormas, ponpes justru ramai-ramai ikut andil dalam kancah politik yang endingnya adalah berlomba-lomba merebut kekuasaan. Menurut saya, pesantren biarkan tetap sebagai pesantren bukan "parpol". Tapi santripun tidak boleh bodoh tentang politik. Taruh saja kader-kader pesantren untuk duduk di jabatan-jabatan sentral parpol, dengan tujuan untuk memberikan warna amar makruf dan nahi munkar. Catatannya jangan giring para santri kepada parpol tertentu. Biarkan mereka memlih dengan hati nurani sendiri. Mudah-mudahan dengan kembalinya pesantren ke khittahnya, pesantren lebih optimal dalam perannya memantapkan NKRI.

Pengalaman Selama Musytar

Lega rasanya....sekalipun saya bersama teman-teman merasakan repot yang luar biasa. Ini adalah pengalaman pertama yang super unik. Bisa dibayangkan gak bagaimana ribetnya, dalam 1 acara harus menjadi panitia, peserta sekaligus pemakalah. Sebelum hari pelaksanaan, kita harus mempersiapkan materi-materi yang nanti juga harus dipresentasikan dalam musyawarah. Belum lagi ketika pelaksanaan, kita harus datang pagi-pagi untuk mempersiapkan ruangan, menyambut peserta yang hadir, mengantarkan mereka ke kamar penginapan, menyiapkan snack, makan dan lain-lain. Pada saat musyawarah berlangsung, yang tadinya teman-teman menjadi panitia, harus langsung ganti "baju" menjadi pemateri juga. Sungguh sekalipun hanya berlangsung 2 hari, tetapi kita merasakan begitu capeknya. Pokoknya gak kebayanglah...
Namun hal ini tidaklah membuat kita mengeluh, karena ini adalah pengalaman yang sangat berharga. Banyak hal yang bisa diambil hikmahnya dari musyawarah tarjih kemarin, sehingga kedepan kita bisa merancang dan melaksanakan lebih baik lagi. Satu hal yang membuat kita lebih semangat adalah antusis dari perserta yang saya kira tidak cukup kalau cuma diacungi satu jempol saja. Dengan fasilitas yang sederhana, dan mungkin pelayanan kita yang kurang memuaskan, mereka tetap bersemangat membahas satu persatu materi yang disodorkan. Bahkan dalam polling yang kita adakan setelah acara, rata-rata menghendaki acara-acara seperti ini hendaknya terus digalakkan. Alhamdulillah...

Musyawarah Tarjih PWM DIY

Sebagai sebuah majelis yang bertanggung jawab pada penentuan status hukum suatu persoalan yang terjadi di tengah masyarakat, MTT-PWM DIY telah berupaya secara maksimal menelaah, membahas dan memberikan ketentuan pada berbagai kasus melalui rapat dan mudzakarah. Persoalan-persoalan yang mendapat perhatian adalah persoalan umum yang terjadi di tengah masyarakat dan membutuhkan ketegasan hukumnya, baik persoalan ibadah maupun muamalah.

Kesimpulan dan keputusan rapat mudzakarah tersebut membutuhkan perenungan dan pemikiran dari berbagai komponen yang lebih luas dalam lingkungan Muhammadiyah DIY agar benar, aplikatif, dan sesuai dengan ruh Islam sebagaimana yang difahami oleh Muhammadiyah.

Oleh karena itulah, MTT-PWM mengadakan Musyawarah Tarjih (Musytar) yang akan diikuti oleh pimpinan Muhammadiyah, pengurus dan anggota majelis, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Dengan peserta yang terbatas diharapkan dapat menghasilkan out put (hasil) yang maksimal dalam merespon dan menjawab persoalan-persoalan hukum di tengah umat.

Persoalan-persoalan yang dibahas dalam musytar yang diadakan pada sabtu, 9 Agustus - Ahad, 10 Agustus 2008 adalah Hukum Isbal dalam Islam, Shalat Jama’ dan Qashar, Multi Level Marketing Dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Penundaan Haid, Posisi Kedua Tangan Pada Saat I’tidal, Do’a-do’a Shalat Sesudah Tasyahud Awal dan Akhir, Bid’ah dan Permasalahannya, Isyarat Jari Telunjuk Pada Saat Tasyahud dan Khutbah, Duduk Iftirasy dan Tawarruk.

Syamsul: 3 Pendekatan Dalam Mencari Kebenaran

“Semangat pemahaman agama dalam tarjih adalah tajdid yang sesuai dengan identitas gerakan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi mungkar, dan tajdid. Tajdid memiliki dua arti, yaitu dalam bidang akidah, dan ibadah bermakna pemurnian, dan dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman” kata Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. saat menyampaikan materi manhaj tarjih pada pelatihan ketarjihan dan hisab rukyat, Jum’at-Selasa (1-5/08) di ruang laboratorium Information Technology Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (IT UMY).

Dia menambahkan, pada dasarnya metodologi adalah alat untuk memperoleh kebenaran. Dalam rangka mencari kebenaran itulah diperlukan pendekatan (logic of explanation dan logic of discovery), sejalan dengan epistimologi tersebut, Muhammadiyah menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan bayan, pendekatan irfan, dan pendekatan burhan, kata pria yang juga menjabat sebagai ketua majelis tarjih, dan tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Pelatihan yang diikuti 60 peserta dari perwakilan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) se- Indonesia, Syamsul mengatakan pendekatan bayan adalah pendekatan untuk memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mendapatkan makna yang dikandung dalam, atau dikehendaki lafzh. Untuk itu, pendekatan bayan mempergunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-ilmu kebahasaan dan uslub-uslubnya serta asbab al-nuz­l, dan istinbath atau istidlal sebagai metodenya, karena dominasi teks sedemikian kuat, peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks yang dipahami atau diinterpretasi, kata Syamsul.

Pada pendekatan burhan, menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan, dan hukum-hukum logika. Dalam pendekatan ini teks dan realitas (konteks) berada dalam satu wilayah yang saling mempengaruhi. Teks tidak berdiri sendiri, ia selalu terikat dengan konteks yang mengelilingi dan mengadakannya sekaligus darimana teks itu dibaca dan ditafsirkan, tegas Syamsul. Pendekatan irfan bersifat subyektif, implikasi dari pendekatan irfan dalam konteks pemikiran keislaman, adalah menghampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama, tambah Syamsul.

Di tempat lain, Dr. Imamuddin Yuliadi, S.E., M.Si. selaku ketua panitia pelatihan yang bekerjasama antara Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), dan Pusat Studi Falak UMY dengan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berharap dengan pelatihan ini dapat terbentuk wawasan, dan persepsi yang sama mengenai manhaj tarjih, dan metode penentuan awal bulan kamariah, serta muncul kader-kader di bidang ketarjihan, dan hisab rukyat.

Pelatihan Ketarjihan dan hisab Rukyat

Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah baru-baru ini menyelenggarakan Pelatihan Hisab Rukyat selama 5 hari 4 malam, yaitu pada hari Rabu s.d. Ahad, 25 s.d. 29 Juli 2007 M di Yogyakarta. Pelatihan Hisab Rukyat ini diikuti oleh 30 peserta yang berasal dari MTT PW Muhammadiyah se-Jawa, MTT PD Muhammadiyah se-DIY, dan beberapa Perguruan Muhammadiyah serta Ortom yang ditunjuk. Salah satu tujuan diadakannya Pelatihan ini adalah untuk mencetak kader-kader teknis dalam bidang hisab rukyat di kalangan Muhammadiyah.

Dalam kegiatan ini, materi yang disajikan antara lain: Dasar-dasar Ilmu Falak, Hisab Arah Kiblat, Hisab Awal Waktu Shalat, Hisab Awal Bulan Qamariyah, Pengenalan Scientific Calculator dan Perangkat Hisab Rukyat, Teori dan Praktek Rukyat, Pengenalan Software Hisab Rukyat serta Kebijakan Pemerintah dalam Persoalan Hisab Rukyat. Sebagai narasumber/instruktur, selain dari pakar hisab MTT PP Muhammadiyah, seperti Drs. Oman Fathurrohman SW., M.Ag., Dr. H. Susiknan Azhari, M.A. dan Drs. H. Sriyatin Shadiq, S.H., M.A., diundang pula para ahli dari pihak luar, antara lain: Ir. H. Djawahir, M.Sc., Drs. Munthoha, Drs. H. Sofwan Jannah, M.A. dan dari Dirjen Bimas Islam Departemen Agama.

Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.A., Ketua PP Muhammadiyah, dalam Sambutan resmi pada acara pembukaan menyampaikan bahwa Hisab telah menjadi ciri khas bagi Muhammadiyah. Sementara Nahdlatul Ulama terkenal dengan Rukyat. Sayangnya, di kalangan Muhammadiyah belum banyak kader yang berminat mendalami ilmu ini. Hal itu menimbulkan kesan adanya taqlid kepada Majelis Tarjih dalam persoalan hisab rukyat. Oleh sebab itu, ada baiknya Majelis Tarjih lebih giat mensosialisasikan ilmu hisab rukyat, misalnya dengan membuat buku tuntunan yang bisa dijadikan pegangan bagi warga dan pimpinan Muhammadiyah di semua tingkat

Qurban di Sambikerep Bantul

Dalam rangka menyambut dan menyemarakkan hari raya Idul Adha, kami membuat program LEPPI BERBAGI dengan tema Menebar Ukhuwah Di Bulan Dzulhijjah. Acara yang kami selenggarakan adalah penyembelihan hewan qurban di dusun Sambikerep, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Sekalipun acara ini terasa berat karena lokasi yang sulit terjangkau, cuaca (hujan), dana terbatas dan lain-lain, namun dengan semangat pantang menyerah teman-teman LEPPI, alhamdulillah acara berjalan dengan lancar. Acara penyembelihan dimulai pada pukul 09.15 wib di depan masjid Asy-Syifa’. Sebanyak 13 ekor kambing disembelih satu persatu disaksikan warga setempat sembari mengumandangkan takbir. Kurang lebih pukul 13.30, disaat penyembelihan hampir selesai, kami pamit karena masih ada agenda yang kedua, yaitu mengambil daging-daging qurban dari masjid-masjid sekitar Yogyakarta yang kami jadikan mitra untuk program ini. Alhamdulillah pada pukul 17.15 sore telah terkumpul di El Rahma kurang lebih 35 kg daging qurban, dan pada saat yang bersamaan diambil oleh warga Sambikerep. Selesai deh tugas kami... Acara ini bertujuan mempererat tali silaturrahmi diantara kaum muslimin, menumbuhkan kepedulian terhadap masyarakat yang kekurangan dan yang pasti menumbuhkan jiwa-jiwa pengorbanan sebagaimana semangat qurban. Jazzakumullah kami ucapkan kepada Ketua STMIK EL RAHMA atas dukungan spesialnya untuk terselenggaranya acara ini. Bagi Dompet Dhuafa Republika, Dompet Peduli Umat Darut Tauhid, Pamella Swalayan, Ustadz Sigit Yulianto, semoga kerjasama ini bisa berlanjut di masa-masa yang akan datang..

Bedah Buku


Sebagai bentuk partisipasi LEPPI dalam menciptakan suasana yang lebih Islami di kampus STMIK EL RAHMA pada bulan Romadhon, kami panitia Kepompong Romadhon mengadakan beberapa kajian keislaman. Pertama, KAJIAN LINTAS UKM-HMP DAN BUKA BERSAMA dengan tema “Hadits-hadits Dho’if di Bulan Ramadhan” oleh Ustadz Syamsul Rizal dari Ma’had Ali An-Nur Surakarta. Kajian yang dihari 50 mahasiswa ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang hadits-hadits dhoif khususnya hadits-hadits seputar ramadhan. Kedua,Ketiga, sebagai akhir dari rangkaian kegiatan di bulan ramadhan, diadakan TALK SHOW “Manajemen Zakat” DAN BUKA BERSAMA oleh Rikky Muchtar dari PKPU Cab Yogyakarta. Walaupun tidak seheboh acara pertama dan kedua, tapi acara ini cukup memberikan bekal bagi peserta dalam hal mengelola dan menyalur zakat. BEDAH BUKU “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim” oleh Ust. Salim A Fillah (Penulis Buku). Alhamdulillah acara ini dihadiri oleh kurang lebih 150 orang, dan berjalan dengan lancar.

Template by : kendhin x-template.blogspot.com