Selasa, 30 Desember 2008

Berhentilah Berwacana, Saatnya Membumikan Agama Dengan Tindakan Nyata

Agama sering dimaknai sempit oleh sebagian penganutnya. Hal ini nampak jelas dari cara mereka mengaplikasikannya. Anggapan bahwa agama hanya ada di masjid, majelis taklim dan ritual seperti sholat, puasa, zakat, haji saja jelas mencerminkan pandangan yang sempit terhadap agama. Lihatlah, betapa bangganya orang tua ketika melihat anaknya rajin sholat ke masjid, atau lihat pula bagaimana lebarnya senyuman sang ustadz ketika melihat santrinya bisa melantunkan ayat-ayat al-Qur'an dengan indahnya, atau lihat juga betapa GR nya jama'ah haji setelah mendapatkan gelar "H" dan tentu masih banyak contoh-contoh yang serupa. Pemandangan seperti ini tidaklah salah, hanya barangkali kurang tajam saja dalam menangkap pesan moral agama..
Persoalannya sesungguhnya sederhana yaitu "bagaimana membumikan agama". Jadi agama tidak hanya sekedar ritual, teori atau wacana tetapi sudah harus menyentuh tindakan-tindakan nyata yang jelas manfaatnya. Karena sesungguhnya setiap ibadah, disana terdapat pesan moral yang imbasnya kepada sosial. Jika ini yang kita lakukan, maka saya yakin bahwa agama akan mampu membebaskan dari semua belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dll. So kepada saudaraku... Berhentilah berwacana.... Lakukan segera apa yang kamu bisa.... Bumikan agama dengan tindakan nyata...

Minggu, 21 Desember 2008

Tata Krama Hanya Milik Orang Kaya!!!

Sejak kemarin, kurang lebih 2 hari sy ikut rapat di Kaliurang bersama para "BOS", orang kaya maksudnya. Ada 1 kejadian menarik yang mengingatkan sy pada kejadian-kejadian serupa sebelumnya dan ditempat yang berbeda. Saat itu hujan lebat, sebuah mobil datang ke wisma dimana sy nginap. Setelah mengantarkan seorang "BOS", seorang sopir langsung bergegas pergi. Sang "BOS" berikutnya sempat bertanya kepada sy, kenapa sopir langsung pulang tanpa pamit? Lalu beliau masuk dan ngedumel dengan para BOS lainnya, "Emang sopir satu itu dah gak punya tatakrama"!!! Sejenak sy membenarkan komentar itu, karena ia pergi tanpa pamit. Tapi setelah sy berfikir lama, timbul pertanyaan "Siapa sesungguhnya yang tidak punya tata krama?". Sy tahu persis sopir tadi capek karena harus mondar-mandir menjemput para BOS untuk diantar ke Kaliurang. Dalam suasana hujan seperti itu, sudah otomatis akan membuat capek terasa berlipat. Dalam benak sy, memberikan beban yang berat kepada sopir, termasuk tidak mau memaklumi kesalahan kecil.. Itu sesungguhnya bentuk ketidak-tatakrama-an tersendiri! Tapi kenapa kesalahan kecil yang dilakukan sopir -yang sebenarnya biasa juga dilakukan BOS-, langsung dianggap melanggar tata krama. Sementara ketika pelakunya "BOS", seolah tidak ada persoalan. Saat itu sy semakin yakin, bahwa hukum tatakrama hanya berlaku untuk orang miskin, kaum rendahan seperti sopir, kuli, pembantu, pemulung, pelayan dll saja...
Banyak sebenarnya kejadian yang menguatkan hipotesa sy, seperti: Ketika seorang pembantu berkecap saat makan, dianggap tidak punya tatakrama. Sementara majikan kentut ditengah-tengah teman-temannya yang sedang makan justru dijadikan bahan tertawaan yang tidak ada habis-habisnya. Orang miskin bertamu malam-malam salah, tapi orang kaya bertamu malam-malam dianggap anugrah. Ketika kuli bicara tidak "boso kromo" dianggap "kemaki", tetapi ketika BOS "ngoko" tidak ada yang mau peduli. Dan masih banyak sejuta kejadian yang serupa. Akhirnya dengan lantang saya berani bicara "Tata Krama Hanya Milik Orang Kaya". Allahu a'lam

Selasa, 02 Desember 2008

Seminar Nasional Penentuan Awal Bulan Kamariah

Seminar yang berlangsung mulai tanggal 27 hingga 30 November tersebut, menurut sekretaris Seminar Dr. Susiknan Azhari, M.A., merupakan upaya untuk menggali khazanah keilmuan mengenai hisab dan rukyat yang menjadi dasar penentuan awal bulan Kamariah di Indonesia. “Selama ini yang menjadi patokan mengenai penanggalan Kamariah adalah Muhammadiyah dan NU, tetapi ternyata banyak ormas-ormas lain yang mempunyai patokannya sendiri, dengan dasar syar’I dan keiilmuannya sendiri juga, sehingga pada forum ini, kita menggali khazanah keilmuan yang mungkin akan bergguna bagi tercapainya kalender Hijriah bersama,” jelasnya saat ditemui di unirest UMY, Ahad (30/11/2008).
Menurut peserta sekaligus pemateri dari Persis, Syarif menuturkan, pentingnya ada kesepahaman diantara ormas Islam dan jamaah yang mempunyai patokan dalam menentukan tanggal Bulan Kamariah, walaupun sulit untuk menyatukan diantara ormas yang mempunyai dasar sendiri. Seminar dengan tema Merajut Ukhuwah Di Tengah Perbedaan, dihadiri beberapa narasumber diantaranya Jamaah An-Nadzir, Tarikat Naqsyabandiyah, PB NU, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Persis, dan PP Muhammadiyah..

Template by : kendhin x-template.blogspot.com